pages

2011/07/30

Kaifeng (bagian 1) - Sebuah Kota Klasik

Kembali ke masa sekitar tiga minggu setelah kedatangan ku ke negeri tirai bambu ini. Waktu itu aku masih doyan-doyannya jalan-jalan dan setiap akhir pekan aku sempatkan untuk pergi ke luar kota, menjauh dari keterpelosokan kota Xinzheng. Memang saat itu dana masih melimpah, tak seperti sekarang yang setiap akhir pekan cuma bisa menghibur diri dengan nonton anime Gintama di laptop. Saat itu aku dan seorang temanku sesama Indonesian, Rizkya, diundang oleh teman-teman baru kami untuk ikut serta bersama mereka jalan-jalan ke kota Kaifeng di akhir pekan. Kaifeng, nama kota yang tak pernah ku dengar sebelumnya, namun sangat populer di kalangan teman-teman lokal sebagai tempat wisata klasik yang menyenangkan. Membuat penasaran, memang. Dan langsung saja, tak ada yang namanya pikir panjang kami langsung saja mengiyakan tawaran tersebut.  Kaifeng oh Kaifeng...

Pada hari H, aku bangun lebih awal, sekitar jam 5 pagi. Aku memang diminta untuk ngumpul jam 6 pagi di depan asrama sebelum berangkat. Setelah semua persiapan selesai dan semua peserta tur selesai di-absen (kami memang berangkat rombongan dengan anak-anak jurusan Japanese Business di kampus), aku bersama rombongan segera menuju ke luar kampus, menuju dua unit bus yang telah dipesan khusus untuk mengantarkan kami ke kota Kaifeng. Kota Kaifeng (开封市 kai feng shi) sendiri masih berada di wilayah provinsi Henan, terletak di sebelah timur ibukota provinsi Henan, Zhengzhou. Dari kampus kami di Xinzheng, kami menempuh perjalanan hampir selama 2 jam untuk sampai kesana.


Sesampainya bus kami di Kaifeng, mungkin memang benar adanya isu-isu tentang Kaifeng yang kudengar dari teman-teman lokal. Kaifeng, dari pinggiran kotanya saja masih banyak bangunan yang mempertahankan arsitektur klasik Cina. Sampai di tengah kota pun, banyak patung-patung dan lampu-lampu kota serta jembatan yang kesemuanya bergaya tradisional Cina. Dari jendela bus aku melihat dinding benteng yang kokoh berdiri, melindungi sesuatu di dalamnya. Benar saja, tak lama kemudian bus yang ku tumpangi masuk ke dalam benteng melalui sebuah gerbang besar, lagi-lagi bergaya Cina (karena memang di Cina). Sejenak aku teringat Jogja dengan wilayah njeron benteng-nya. Selepas dari gerbang banyak bangunan rumah dan pertokoan juga dengan gaya bangunan klasik Cina. Di antara pertokoan tersebut banyak terdapat rumah makan bertuliskan 清真 (qing zhen) yang berarti 'Muslim' di papan namanya. Banyak juga komunitas muslim disini (untuk hal ini akan ku ceritakan terpisah di posting-an lain).



Masih di dalam bus, di kejauhan aku melihat semacam bangunan besar layaknya istana yang terletak di pinggir danau. Wow, aku takjub melihatnya. Aku pun lalu bertanya pada salah seorang temanku apakah nantinya kami akan mengunjungi tempat yang kulihat seperti istana tadi. Ia pun menjawab kami tak akan ke sana. Sayang sekali, pikirku. Tiba-tiba aku tersadar, aku masih belum mengetahui ke sebelah-mana dan tempat-apa yang akan kami kunjungi di Kaifeng. Aku bertanya lagi, "Lalu kemana kita akan pergi?" Sambil tersenyum temanku menjawab, "Kita akan pergi ke Qing Ming Shang He Yuan, sebuah taman yang terkenal di Kaifeng". "Tempat apa itu?", lagi-lagi aku bertanya. "Lihat saja nanti", jawabnya singkat.


(bersambung)




sumber gambar: 



0 komentar:

Posting Komentar