pages

2011/07/27

An Encounter: the way back

Sejenak ku menatap ke arah jendela. Bayangan rumah-rumah berlarian menjauh ke belakang, menyusul kemudian deretan bangunan yang terlihat seperti pabrik; juga berlari menjauh ke belakang. Ku alihkan pandangan ku dari jendela. Bola mata ku perlahan menyisir kompartemen kecil ini. Raungan kipas angin berputar di atas kepalaku. Di depanku duduklah seorang tua yang tertidur lelap dengan buku kecil masih terbuka di tangannya. Di sebelah kanannya tergeletak sebuah koper dan tas kulit kecil. Ku menghela napas, bosan. Entah sudah berapa lama kereta ini membawa ku pergi. Ku terdiam sejenak. Ke mana pula aku akan pergi?

Aku coba merogoh saku-saku jaket yang sedang ku pakai. Tak ku temukan apa yang ingin ku temukan. Kemudian saku celana jeans pun tak luput ku rogoh. Sebuah karton persegi kecil berwarna biru ada dalam genggaman. Ku baca apa yang tertulis di karton kecil tersebut. Ah ya, aku teringat kemana aku akan pergi. Sambil tersenyum kecil aku membayangkan tempat tujuan ku. Sepertinya rasa jenuh akibat terlalu lama di kereta sedikit membuyarkan ingatan ku kemana kereta ini akan membawa ku pergi. Sedikit ku angkat tangan kiri ku, ku tatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan. 15:42. Entah berapa lama lagi aku akan tiba di sana.

Sesekali aku melirik seorang tua yang tertidur di depan ku ini. Betapa lelap dan damainya ia dalam tidurnya. Waktu berlalu begitu cepat ketika kita tertidur dan orang tua ini telah melakukan hal yang sangat brilian untuk menghindarkan diri dari kebosanan selama di perjalanan. Aku sedikit iri padanya, telah berkali-kali aku mencoba membuat mata ini terlelap, namun apa daya aku tak mampu seakan-akan kedua mata ku ini memiliki nyawa sendiri untuk memberontak dari keinginanku. Ketika bosan, banyak hal-hal kecil yang mengusikku. Aku sangat penasaran dengan buku yang di baca oleh kakek di depanku. Buku apa gerangan yang ia baca sampai ia bisa tertidur pulas seperti itu? Bahkan sampai ia tertidur dengan bukunya yang masih terbuka di tangannya, seakan-akan saat tidur pun ia masih membaca buku itu. Sempat aku berpikir jahil, meminjam sebentar buku tersebut saat ia tertidur, hanya sekedar untuk membunuh rasa jenuhku. Namun sebelum aku melakukan itu, aku pun mengurungkan niatku. Lagi-lagi aku menghela napas dalam-dalam untuk yang kesekian kalinya. Kembali terdiam sambil sesekali menatap jendela.

Dua jam kemudian, suara lembut mengalun dari pengeras suara yang ada di setiap kompartemen. Sebuah suara milik seorang wanita memberitahukan bahwa sepuluh menit lagi kereta akan berhenti di sebuah stasiun. Setelah ia menyebutkan nama stasiun tersebut, ku lihat karton biru kecil yang ada di saku celana ku tadi. Akhirnya, ucap ku dalam hati. Aku pun bersiap-siap, menurunkan traveller's bag dari laci atas, mengecek ruangan kompartemen beberapa kali jikalau aku meninggalkan sesuatu. Kursi di depanku telah kosong. Kakek yang tidur hampir selama perjalanan tadi telah turun di tiga stasiun sebelumnya. Sesaat sebelum ia turun, ia berterima kasih padaku atas entah apa yang telah ku lakukan padanya dan memberikan padaku buku kecil yang tadi ia biarkan terbuka dalam genggamannya saat ia tertidur. Saking kagetnya atas pemberian itu aku bahkan sampai tak sempat mengucapkan terima kasih. Ku tatap lagi sampul buku kecil itu. Ku baca judul yang tertera di sampulnya, lalu ku lihat gambar di atas judulnya. Ada beberapa rumah berdiri di tepian pantai. Sebuah novel asing. Sempat ku baca buku itu sedikit sepeninggal kakek baik hati tadi, memang menarik isinya.

Kereta perlahan masuk ke area stasiun dan berhenti di jalur 2. Aku pun bergegas keluar dari kompartemen dan segera menuju ke pintu keluar. Setelah aku menginjakkan kaki ku turun dari kereta, aku langsung membawa kaki-kaki ku ini melangkah menuju peron sambil kepala ini menoleh ke sana-kemari seperti mencari sesuatu. Aku memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah kursi panjang kosong yang baru saja ku temukan. Tak ingin terburu-buru keluar dari stasiun. Ku melihat sekelilingku, di jalur 2 kereta yang tadi aku tumpangi tampaknya akan segera melanjutkan perjalanannya. Orang-orang berlalu-lalang di depanku, suasana stasiun kecil ini sungguh lah hidup. Ku ambil botol air di tas ranselku, ku teguk air di dalamnya, lalu sedikit ku siram kepalaku. Panas yang ku rasa di kepalaku sedikit berkurang. Beberapa saat kemudian, seseorang menepuk pundak ku. Aku pun segera menoleh ke belakang, ku temukan wajah seorang gadis tersenyum manis padaku dan kemudian berkata pelan:

"selamat datang kembali".




sumber gambar:
  • a blog by Annie Meyer: http://bit.ly/qvoNcj
  • a scene from Makoto Shinkai's film: "The Place Promised in Our Early Days"

0 komentar:

Posting Komentar